Indeks Saham Tokyo Dibuka Lebih Rendah

Kontak Perkasa | "Saya Larang ke Maribaya karena Jalurnya Curam... "

"Saya Larang ke Maribaya karena Jalurnya Curam... "

Kontak Perkasa - Kabar tentang kecelakaan bus di Tanjakan Emen, Subang, Jawa Barat, Sabtu (10/2/2018) sore menjadi petir di siang bolong bagi Yuliana (33). Ayah dan ibunya, yaitu  Jono dan Sugiyanti, tewas dalam kecelakaan itu.

Yuli mengatakan, ia keberatan saat kedua orangtuanya itu menyatakan akan Maribaya, Jawa Barat. Soalnya jalur itu curam dan sekarang sedang musim hujan. Namun kedua orangtuanya tetap pada keputusan untuk berwisata ke sana.

"Saya sempat melarang karena pas alamarhumah bilang mau ke Bandung itu posisinya kami lagi nonton berita longsor di Puncak sama di Bandara (Soekarno-Hatta) itu," kata Yuli kediamannya di Jalan Lurah Disah RT 002 RW 001, Pisangan, Ciputat Timur, Minggu (11/2/2018).

Baca juga : Investasi Emas Tetap Menggiurkan Sampai Kuartal Pertama 2018

Yuli yang merupakan anak kedua dari tiga anak pasangan Jono-Sugiyanti bertanya apa tujuan kepergian ayah ibunya tersebut.

Menurut Yuli, sang ibu mengatakan dia dan ayaknya serta rombongan anggota Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Permata Ciputat hendak pergi ke Maribaya.

"Saya bilang kalau ke Bandung-nya cuma ke daerah kota aja enggak apa-apa, paling cuma hujan tapi kalau ke Maribaya karena saya sudah pernah ke sana track-nya kan curam makanya saya larang," tutur dia.

arangan Yuli tersebut tak diindahkan. Dari penuturan Yuli, ibunya merasa tidak enak dengan anggota koperasi lainnya jika tidak ikut.

Jono dan Sugiyanti pun berangkat tanpa pamit kepada ketiga anaknya.

"Biasanya tuh kalau mau pergi pamit walaupun anak-anaknya dalam posisi tidur itu dia pamit cuma ini engga tahu kenapa enggak pamit. Kami bertiga anak-anaknya enggak ada yang dipamitin," tutur Yuli.

Yuli, kakak, dan adiknya tidak mendapat kabar dari Jono dan Sugiyanti selama mereka dalam perjalan. Sudah hal lazim dalam keluarga mereka kalau ada yang bepergian, orang rumah tidak menelepon karena takut dianggap mengganggu.

"Kami memang enggak nanya kabar dan ibu enggak ngasih kabar karena memang posisinya kami kerja semua jadi dia juga enggak mau ganggu anaknya," ujar Yuli.

Kabar kecelakaan bus rombongan KSP Prima diketahui Yuli dari tayangan berita di televisi. Anaknya yang sedang bermain diberitahu tetangga bahwa bus yang ditumpangi kakek dan neneknya mengalami kecelakaan.

Baca juga : Menengok prospek bisnis investasi di tahun politik

Begitu mendapat kabar itu, Yuli langsung melihat tayangan berita live di televisi pada sekitar pukul 17.30 WIB.

 "Berita masih simpang siur waktu itu, nomor (handphone) bapak itu masih aktif malah sampai sekarang pun masih aktif. Jadi pikiran saya bapak lagi sibuk nyelametin korban makanya tidak mengabari," kata dia.

Namun, kondisi tersebut tak membuat Yuli tenang. Perasaannya mengatakan ayah dan ibunya tidak dalam kondisi baik.

Sekitar pukul 19.30 WIB, Yuli memutuskan pergi ke Subang bersama kakaknya dan di tengah perjalanan dia mendapatkan informasi korban kecelakaan bus di Tanjakan Emen dibawa ke RSUD Subang.

Sesampai di RSUD Subang, Yuli dan sang kakak langsung menuju Instalasi Gawat Darurat (IGD). Ia mendapat informasi, 16 korban kecelakaan bus berada di sana. Namun dari 16 orang tersebut tidak satupun nama kedua orang tua Yuli.

Dia akhirnya disarankan pihak rumah sakit untuk mendatangi ruangan paling belakang di rumah sakit itu. Itu adalah ruang jenazah.

Baca juga : Tahun 2018, Bisnis Investasi Dinilai Tetap Menarik

"Begitu sampai di sana, kakak sepupu saya mastiin nama korbannya siapa saja dan menunggu. Akhirnya setelah dua atau tiga jam nama ibu saya dipanggil dan kakak sepupu saya yang masuk, tetapi pas mau masuk ke ruangan yang pertama dilihat malah bapak karena dia mengenali sweater bapak," kata Yuli.

Jenazah Jono dan Sugiyanti kemudian dibawa ke RSUD Tangerang Selatan sebelum dikuburkan di Taman Makam Legoso. Jenazah keduanya dimakamkan dalam satu lubang makam bersama 12 jenazah korban kecelakaan lainnya.