Indeks Saham Tokyo Dibuka Lebih Rendah

Kontak Perkasa | Sevel Sudah Tutup, Utang hingga Pesangon Karyawan Belum Beres

Sevel Sudah Tutup, Utang hingga Pesangon Karyawan Belum Beres

Kontak Perkasa - Pasca gulung tikar, PT Modern Sevel Indonesia (MSI) meninggalkan berbagai beban kepada induknya PT Modern International Tbk (MDRN). Alhasil kini perusahaan harus menanggung beban begitu besar.

MDRN harus menyelesaikan utang-utang setelah 7-Eleven menderita kerugian dan terpaksa tutup. Proses Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) terus berjalan dan berakhir pada Oktober 2018.

Tak hanya utang, perusahaan juga masih memiliki kewajiban yang belum terbayarkan kepada mantan pegawai Sevel. Sialnya lagi peralatan Sevel yang dijual hingga kini tak kunjung laku.

Baca juga : Bitcoin 'Bikin Sakit', Lebih Baik Pilih Emas

PT Modern International Tbk (MDRN) belum mendapatkan restu dari para pemegang saham untuk melakukan restrukturisasi utang. Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) Luar Biasa yang digelar perusahaan kemarin tidak kuorum.

Dalam rapat itu salah satu agenda induk dari mantan usaha Modern Sevel Indonesia ini adalah persetujuan penambahan modal tanpa hak memesan efek terlebih dahulu dalam rangka konversi utang ke ekuitas. Namun investor yang datang hanya 69%.

"Kan harusnya 3/4 dari pemegang saham. Ini tidak kuorum," kata Direktur MDRN Johannis di Gedung Ricoh, Jakarta.

Selain itu, sebenarnya perusahaan berencana melakukan upaya mengurangi beban utang dengan melobi para kreditur. MDRN mengajukan penghapusan bunga dan denda serta meminta perpanjangan waktu pembayaran hingga 10 tahun.

"Ini lagi diajuin restrukturisasi, tapi mereka belum dapat persetujuan," imbuhnya.

RUPS MDRN juga menerima pengunduran diri Julius Williady sebagai direktuelr independen. Dengan begitu jumlah direksi perseroan hanya dua orang bersama dengan Direktur Utama Sungkono Honoris.

Sejak menyatakan diri untuk menutup seluruh gerai 7-Eleven, MSI meninggalkan utang yang cukup kepada sang induk MDRN. Perusahaan pun melakukan berbagai upaya untuk menyelesaikannya, seperti menjual aset hingga peralatan-peralatan operasional Sevel.

Adapun peralatan yang dijual di antaranya mesin pembuat kopi, microwave, freezer dan peralatan lainnya. Penjualan peralatan tersebut diserahkan sepenuhnya kepada Borrelli Walsh selaku konsultan yang menjadi mediator proses penyelesaian utang MSI.

"Tapi sampai saat ini masih menumpuk di gudang. Enggak ada yang mau beli," kata Direktur MDRN Johannis.

Hingga saat ini, Johannis memperkirakan masih ada sekitar 80% peralatan Sevel yang belum terjual. Padahal proses penjualan dibuka untuk umum termasuk orang pribadi.

Menurut Johannis peralatan sevel tak laku lantaran produknya yang terlalu tinggi kualitasnya yang merupakan produk ternama yang berasal dari Jepang dan Amerika Serikat. Sehingga kapasitas listrik yang termakan dari alat-alat sangat besar.

"Listriknya gede siapa yang mau beli. Minimarket yang lain kan pakainua watt-nya kecil," tambahnya.

Jika peralatan itu tak kunjung laku, maka menurut keputusan sidang akan dilelang. Adapun batas waktunya sampai Oktober 2018.

Masih ada mantan pegawai 7-Eleven yang ternyata belum mendapatkan hak pesangonnya. MDRN selaku induk MSI pun mengakui hal itu.

Baca juga : KPF: Bisnis Investasi Masih Menarik pada 2018

Direktur MDRN Johannis mengatakan pihaknya telah menyelesaikan tanggung jawab pembayaran sisa gaji, THR dan pengembalian BPJS Ketenagakerjaan. Namun masih ada sisa pesangon dari sebagian mantan pegawai MSI yang belum dibayarkan.

"Sebagian pesangon sebenarnya sudah dibayar berkala sampai sebelum Lebaran. Tapi memang ada sisa pesangon saja," tuturnya.

Johannis mengungkapkan, sesuai keputusan sidang PKPU jumlah pesangon mantan pegawai Sevel yang harus dibayar sebesar Rp 17,5 miliar. Saat ini masih ada sekitar setengahnya yang belum dibayarkan. Perusahaan mempunyai tenggat waktu hingga Oktober 2018.

MDRN juga telah mencairkan uang jaminan kontrak (security deposit) yang tersimpan di 7-Eleven pusat sekitar US$ 5 juta. Namun ternyata uang itu tidak cair sepenuhnya.

"Jasi tidak ada perjanjian itu balik semua kita upayakan balik. Sepertinya sudah tapi enggak 100% mungkin 50%," tuturnya.