Indeks Saham Tokyo Dibuka Lebih Rendah

Kontak Perkasa | Fakta di Balik Naiknya Upah Minimum 8% Tahun Depan

Fakta di Balik Naiknya Upah Minimum 8% Tahun Depan


Kontak Perkasa - Kementerian Tenaga Kerja (Kemnaker) telah menetapkan kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) 2019 sebesar 8,03%.

Hal itu tertuang dalam surat edaran tertanggal 16 Oktober 2018, dengan Nomor B.240/M.NAKER/PHI9SK-UPAH/X/2018, tentang Penyampaian Data Tingkat Inflasi Nasional dan Pertumbuhan Produk Domestik Bruto Tahun 2018.

Sesuai dengan Pasal 44 Ayat 1 dan 2 PP Nomor 78 Tahun 2015, peningkatan nilai UMP tersebut berdasarkan formula penambahan dari pertumbuhan ekonomi nasional (PDB) dan data inflasi nasional.

Penetapan upah minimum 2019 merupakan hasil dari penambahan upah minimum 2018 dikalikan tingkat inflasi plus pertumbuhan ekonomi nasional, sesuai dengan Pasal 44 Ayat 1 dan Ayat 2 PP Nomor 78 Tahun 2015.

"Dengan demikian, kenaikan UMP dan/atau UMK tahun 2019 berdasarkan data inflasi nasional dan pertumbuhan ekonomi nasional yaitu 8,03%" bunyi surat keterangan tersebut seperti dikutip detikFinance.

Sehubungan dengan penetapan UMP 2019 ini, Gubernur wajib menetapkan UMP 2019 dan diumumkan secara serentak pada 1 November 2018. Sementara Upah Minimum Kabupaten/Kota ditetapkan dan diumumkan selambat-lambatnya pada 21 November 2018.

UMP dan UMK yang telah ditetapkan oleh Gubernur sebagaimana yang telah disebutkan tadi berlaku terhitung 1 Januari 2019.

Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta menetapkan UMP 2018 sebesar Rp 3.648.035. Nantinya, nilai UMP tersebut akan ditambah 8,03% di 2019.

Bila dihitung secara kasar, maka Rp 3.648.035 x 8,03% = Rp 292.937. Kemudian 3.648.035 + Rp 292,937 = Rp 3.940.972. Maka perkiraan UMP DKI pada 2019 mendatang sebesar Rp 3.940.972.

Sesuai dengan Pasal 44 Ayat 1 dan 2 PP Nomor 78 Tahun 2015, peningkatan nilai UMP tersebut berdasarkan formula penambahan dari pertumbuhan ekonomi nasional (PDB) dan data inflasi nasional.

Data inflasi nasional dan pertumbuhan ekonomi nasional (pertumbuhan produk domestik bruto) yang akan digunakan untuk menghitung upah minimum tahun 2019, bersumber dari Badan Pusat Statistik Republik Indonesia (BPS RI) sesuai dengan Surat Kepala BPS RI Nomor B-218/BPS/1000/10/2018 tanggal 4 Oktober 2018.

Namun, itu merupakan perhitungan kasar dari surat edaran Kemnaker Nomor B.240/M.NAKER/PHI9SK-UPAH/X/2018, tentang Penyampaian Data Tingkat Inflasi Nasional dan Pertumbuhan Produk Domestik Bruto Tahun 2018.

Baca juga : Bitcoin 'Bikin Sakit', Lebih Baik Pilih Emas

Penetapan UMP menggunakan formula perhitungan upah minimum termasuk sebagai program strategis nasional yang masuk dalam Paket Kebijakan Ekonomi Jilid IV. Seluruh kepala daerah seperti gubernur wajib menetapkan UMP wilayahnya tahun depan.

Mengutip surat edaran Kemnaker Nomor B.240/M.NAKER/PHI9SK-UPAH/X/2018, Selasa (16/10/2018), kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah yang tidak melaksanakan program strategis nasional tersebut akan mendapatkan sejumlah sanksi. Sanksi terberat adalah pemecatan.

Dalam Pasal 68 UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, diatur bahwa kepala daerah/wakil kepala daerah yang tidak melaksanakan program strategis nasional dikenal sanksi administratif berupa teguran tertulis oleh menteri untuk kepala daerah.

"Dalam hal teguran tertulis tela disampaikan dua kali berturut-turut dan tetap tidak dilaksanakan, kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah akan diberhentikan sementara selama tiga bulan," bunyi aturan tersebut.

Selanjutnya apabila kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah telah selesai menjalani pemberhentian sementara, tetap tidak melaksanakan program strategis nasional, yang bersangkutan diberhentikan sebagai kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah.

"Dalam UU No. 23 Tahun 2014 juga diatur bahwa kepala daerah atau wakil kepala daerah yang tidak mentaati seluruh peraturan perundang-undangan dapat diberhentikan sebagai kepala daerah atau wakil kepala daerah sesuai ketentuan pasal 78 ayat 2, pasal 80, dan pasal 81," jelasnya.

Kenaikan UMP 2019 ini tercatat menjadi yang paling rendah sejak 2016 lalu, di mana perhitungan kenaikan UMP sesuai dengan Pasal 44 Ayat 1 dan 2 PP Nomor 78 Tahun 2015 yang berdasarkan formula penambahan dari pertumbuhan ekonomi nasional (PDB) dan data inflasi nasional.

Dari catatan detikFinance, kenaikan UMP dari tahun 2015 ke 2016 yang menggunakan formula perhitungan tersebut pertama kali rata-rata sebesar 11,5% di berbagai wilayah Indonesia.

Kemudian di tahun 2017, Kemnaker kembali menaikkan UMP sebesar 8,25%. Kenaikan itu didapatkan dengan asumsi inflasi 3,07% dan pertumbuhan ekonomi tahun 2017 sebesar 5,18%.

Selanjutnya, pada 2018 ini UMP Juga dinaikkan sebesar 8,71%. Kenaikan UMP 2018 sebesar 8,71% dihitung berdasarkan data inflasi dan pertumbuhan ekonomi nasional (pertumbuhan PDB) yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS). Rinciannya, inflasi nasional sebesar 3,72% dan pertumbuhan ekonomi sebesar 4,99%.

Terakhir pada 2019 nanti, Kemnaker menaikkan UMP sebesar 8,03%. Kenaikan dihitung dari inflasi nasional sebesar 2,88% ditambah pertumbuhan PDB sebesar 5,15%.

Kenaikan UMP tahun depan juga tercatat jadi yang paling kecil dibandingkan empat tahun sebelumnya, atau selama menggunakan formula pengupahan penambahan dari pertumbuhan ekonomi nasional (PDB) dan data inflasi nasional di 2015 ke 2016.

Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri mengimbau kepada seluruh serikat pekerja di Indonesia untuk tidak melakukan aksi demo terkait keputusan kenaikan UMP 2019 sebesar 8,03%.

"Ya kan (demo) boleh saja kalau sesuai aturan. Tapi ngapain demo, wong nggak usah demo saja sudah naik kok," kata Hanif di Komplek Istana, Jakarta, Selasa (16/10/2018).

Hanif menyebutkan, keputusan kenaikan UMP berlaku pada 1 Januari 2019 ini sudah sesuai dengan aturan Pasal 44 Ayat 1 dan 2 PP Nomor 78 Tahun 2015, peningkatan nilai UMP tersebut berdasarkan formula penambahan dari pertumbuhan ekonomi nasional (PDB) dan data inflasi nasional.

"Ini bukan keputusan kementerian tenaga kerja, ini data yang kami ambil dari data BPS inflasi 2,88% dan pertumbuhan ekonomi 5,15%, kalau inflasi dan pertumbuhan ini jadi 8,03%," tambah dia.

Lebih lanjut Hanif mengungkapkan, keputusan kenaikan UMP ini juga seharusnya sudah dipahami dan dimengerti oleh para pelaku usaha dan serikat pekerja. Pasalnya, kenaikan sebelumnya juga sudah berlandaskan aturan yang sama.

"Salah satu fungsi PP 78 memastikan pekerja mendapat kenaikan upah setiap tahun, nggak perlu demo nggak perlu rame-rame, nggak perlu ribut terus. Dan alhamdulillah, tahun depan naik 8,03%. Bagi dunia usaha mereka bisa memprediksi kenaikan upah di tahun depan dengan tren pertumbuhan ekonomi dan inflasi," ujar dia.