Indeks Saham Tokyo Dibuka Lebih Rendah

Benarkah Orang Jahat adalah Orang Baik yang Tersakiti? Awas Spoiler!

Benarkah Orang Jahat adalah Orang Baik yang Tersakiti? Awas Spoiler!

 Kontak Perkasa Futures - Awas spoiler! Film Joker mengundang kontroversial di berbagai kalangan, tidak terlepas dari kalangan dokter, terutama dokter kejiwaan. Bagaimana tidak, dalam film tersebut, tokoh utamanya disebut mengidap gangguan kejiwaan skizofrenia.

Setelah banyak yang menonton film tersebut, netizen ramai-ramai berpendapat soal Joker yang menjadi jahat karena tersakiti. Akhirnya, kalimat 'orang jahat adalah orang baik yang tersakiti' menggema di media sosial.

Terlepas dari gangguan kejiwaan skizofrenia, dokter kesehatan jiwa dari RS Cipto Mangunkusumo (RSCM) dr Heriani, SpKJ(K) tampaknya setuju soal kalimat tersebut. Ia mengatakan bahwa Joker sebelumnya tersakiti baik fisik maupun psikisnya.

"Setiap kali dia merasa sedih kata ibunya apa? Put on a happy face... Gimana sih rasanya anak kecil diabaikan, di-abuse, self awarness-nya nggak bagus, dia nggak berkembang jadi orang yang kuat psikis," ujarnya saat ditemui di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) Salemba, Jakarta Pusat, Rabu (9/10/2019).

Baca Juga : Menengok prospek bisnis investasi di tahun politik

Menurutnya, Joker sedari kecil tidak mendapatkan dukungan dari orang-orang di sekitarnya. Sementara itu, ia yang tidak diperbolehkan bersedih menjadi orang yang selalu tertawa dalam keadaan apapun. Hingga akhirnya orang-orang menganggapnya aneh dan selalu disingkirkan dari lingkungannya.

dr Heriani juga menambahkan bahwa Joker yang telah memiliki gangguan kejiwaan skizofrenia harus merasakan pedih karena akses obatnya dihentikan oleh pemerintah. Hal-hal yang menyakitkan seperti itu lah yang bisa membuat seseorang menjadi jahat.

"Pada dasarnya si Joker awalnya baik lho. Karena dia ditekan-tekan dan nggak pernah dilatih mengembangkan coping mechanism yang sehat," ungkapnya.

dr Heriani mencontohkan, orang yang berubah menjadi jahat salah satu kemungkinannya karena adanya kerusakan pada otak bagian lobus frontalisnya, yaitu tempat di mana seseorang merencanakan sesuatu.

"Dia jadi jahat dan dia nggak tahu kalau dia itu jahat. Obatnya di-cut terus dia berhalusinasi, berwaham, dia nggak sadar. Orang-orang di sekitarnya jadi dijahatin," pungkasnya.

Baca Juga : Bitcoin 'Bikin Sakit', Lebih Baik Pilih Emas