Indeks Saham Tokyo Dibuka Lebih Rendah

Penunggak Iuran BPJS Perlu Dihukum Nggak Sih?

Penunggak Iuran BPJS Perlu Dihukum Nggak Sih?

PT KP-Press - Defisit keuangan BPJS Kesehatan diproyeksi mencapai Rp 32 triliun hingga akhir 2019. Hal ini dipicu oleh banyaknya tunggakan yang dilakukan oleh peserta mandiri pada kelompok peserta bukan penerima upah (PBPU) atau pekerja non informal.

Pemerintah tengah menyiapkan sanksi berat bagi peserta yang terbukti menunggak pembayaran iuran premi BPJS Kesehatan.

Sanksi akan tertuang dalam instruksi presiden (Inpres). Kementerian Keuangan optimistis bahwa beleid tersebut masih bisa terbit pada 2019 ini. Sebab, pihak Kementerian Koordinator Bidang PMK sudah menyiapkan rancangan aturannya.

Namun rencana tersebut tak luput dari kritikan. Ombudsman Republik Indonesia tak sepakat dengan penerapan sanksi. Bagaimana informasi selengkapnya? Cek berita berikut ini.

Anggota Ombudsman Alamsyah Saragih menilai sanksi bagi penunggak BPJS Kesehatan bisa berpotensi maladministrasi. Menurutnya sanksi bagi penunggak BPJS Kesehatan tidak memiliki landasan yuridis. Baik dalam UU BPJS Kesehatan maupun PP Nomor 86 Tahun 2013 hanya mengatur tentang pendaftaran dan pemberian data.

Baca Juga : Menengok prospek bisnis investasi di tahun politik

Menurutnya pelayanan publik lain juga merupakan hak konstitusional warga. Maka diperkirakan pemberian sanksi akan mencederai hak tersebut kepada masyarakat. Apalagi iuran BPJS Kesehatan bukan seperti pajak yang bila tidak membayar dikenakan sanksi.

"Untuk itu disarankan pemerintah mengubah skema sanksi ke skema syarat administratif melalui sistem pelayanan publik terintegrasi," kata dia dalam Diskusi 'BPJS Salah Kelola, Pelayanan Publik Disandera' di Ruang Kekini, Cikini, Jakarta Pusat, Minggu (13/10/2019).

Dia menjelaskan, sanksi bagi penunggak BPJS kesehatan itu tak memiliki landasan yuridis. Baik dalam UU BPJS maupun dalam PP No 86/2013, yang hanya mengatur tentang pendaftaran dan pemberian data.

"Adapun pelayanan publik lain juga merupakan hak konstitusional warga, diperkirakan skema pemberian sanksi akan mencederai hak konstitusional warga. Apalagi iuran BPJS kesehatan bukan merupakan pajak," papar dia.

Pasal 15,16,17 UU BPJS Kesehatan mengatur bahwa sanksi dikenakan bagi pemberi upah atau warga negara yang tidak mendaftarkan diri dan tidak bersedia memberikan data diri maupun keluarga. Tak ada ketentuan sanksi bagi mereka yang menunggak iuran.

Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) Mardiasmo mengungkapkan pemerintah tengah menyiapkan sanksi bagi para peserta yang terbukti menunggak iuran. Salah satu yang akan dilakukan adalah tidak bisa mengakses layanan publik.

"Dia kalau nggak bayar pajak, nikmati asuransi BPJS yang dari negara juga. Kan double negara rugi. Dia nggak bayar pajak, dia nikmati ini. Kalau dia bayar pajak, baik, ya sudah saatnya kita berikan haknya dalam bentuk perbaikan pelayanan," tegas Mardiasmo di komplek Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (8/10/2019).

Baca Juga : Bitcoin 'Bikin Sakit', Lebih Baik Pilih Emas

Bentuk sanksi ini, dikatakan Mardiasmo nantinya akan tertuang dalam instruksi presiden (Inpres). Dia pun masih optimistis bahwa beleid tersebut masih bisa terbit pada tahun 2019. Sebab, pihak Kementerian Koordinator Bidang PMK sudah menyiapkan rancangan aturannya.

Hingga saat ini pihak Pemerintah masih melakukan cleansing data yang tujuannya mendata ulang kepesertaan khususnya pada kelompok PBPU yang selama ini dianggap sebagai penyebab utama BPJS Kesehatan defisit. Cleansing data dilakukan lintas kementerian/lembaga (K/L) mulai dari Kemendagri, Kemensos, BPJS Kesehatan maupun Kementerian Keuangan.

"Kalau kita ya sebaiknya ada efek jera lah ya. Kalau dia katakanlah dia sudah melayani kesehatan, terus dia nggak bayar premi. Waktu dia hidupkan lagi premi, ya jangan langsung dilayani, ada time lag supaya ada punishment toh," ujarnya.

Mantan Menteri PMK Puan Maharani menjelaskan alasan pemerintah mewacanakan aturan tentang penunggak iuran BPJS Kesehatan tak bisa urus SIM dan paspor. Menurut Puan, aturan tersebut diwacanakan supaya peserta BPJS Kesehatan patuh membayar iuran.

"Supaya jangan sampai kemudian menggunakan fasilitas BPJS (Kesehatan) itu kalau tahu lagi sakit, dan tahu kalau mau berobat dan sebelum itu satu bulan, dua bulan sebelumnya mendaftar tapi nggak mau bayar iuran lagi. Kan diperlukan komitmen untuk membayar iuran secara rutin," kata Puan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (9/10/2019).

Selain Puan memastikan para Penerima Bantuan Iuran tidak akan terbebani oleh keputusan kenaikan iuran. Dia menyebut kenaikan iuran BPJS Kesehatan ditetapkan agar para peserta bisa mencegah penyakit.

"Yang pasti kan PBI tetap ditanggung negara walaupun kenaikan sampai dua kali. Jadi peserta 96,8 juta itu kan tetap ditanggung negara, ditanggung pemerintah. Yang kelas I, kelas II ini kan kenaikannya sebagian besar dari mereka itu untuk bisa menjaga kesehatannya secara preventif," jelasnya.

Baca Juga : Ini Investasi yang menarik di Tahun Politik

Puan menyebut hanya di Indonesia yang pemerintahnya menetapkan besaran iuran asuransi kesehatan sebelum ada kenaikan. "Ya saya rasa di manapun, namanya fasilitas kesehatan itu nggak ada yang seperti kita lakukan waktu dulu, melihat iurannya," ucap Ketua DPR itu.