Indeks Saham Tokyo Dibuka Lebih Rendah

Leasing Dilarang Tarik Sepihak, 'Mata Elang' bakal Pensiun?

Leasing Dilarang Tarik Sepihak, 'Mata Elang' bakal Pensiun?

Kontak Perkasa Futures - Mahkamah Konstitusi telah mengeluarkan putusan terkait penarikan aset. Asosiasi perusahaan pembiayaan Indonesia (APPI) menghormati keputusan MK dan menilai putusan ini memperjelas proses eksekusi penarikan.

Biasanya ada 'mata elang' atau jasa pihak ketiga untuk melakukan pendataan dan penarikan aset. Lalu bagaimana nantinya?

Berikut berita selengkapnya:

Mata Elang

Mata elang adalah istilah yang jasa penagih outsourcing yang digunakan oleh perusahaan pembiayaan. Jadi perusahaan pembiayaan bekerja sama dengan pihak ketiga untuk penagihan.

Ketua Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI) Suwandi Wiratno mengungkapkan mata elang dalam praktik penarikan aset merupakan salah satu alternatif.

"Penagih outsourcing (mata elang) yang mengeksekusi (menarik aset) tanpa surat kuasa itu salah," kata Suwandi saat dihubungi detikcom, Selasa (14/1/2020).

Dia menjelaskan, mata elang sebenarnya dilakukan untuk melakukan pendataan aset yang pembayarannya macet.

"Misal begini, nasabah ada, unitnya juga tidak ada. Kita kasih mereka untuk mencari," ujar dia.

Suwandi mengungkapkan prinsipnya jika ada eksekusi maka mata elang harus memiliki surat tugas dan sertifikasi dari SPPI, dan sertifikat Fidusia serta kerja sama dengan perusahaan pembiayaan.

'Mata elang' ini juga harus merupakan pegawai dari perusahaan outsourcing tempat mereka bekerja. Jadi bukan freelance atau pekerja lepas.

"Karena jika tidak memenuhi, mereka akan menyalahi prosedur. Mereka juga tidak boleh langsung tarik," ujarnya.

Hormati Putusan MK

Mahkamah Konstitusi (MK) telah mengeluarkan Putusan MK Nomor 18/PUU-XVII/2019 tanggal 6 Januari 2020 disebutkan penerima hak fidusia atau kreditur tidak boleh melakukan eksekusi sendiri melainkan harus mengajukan permohonan pelaksanaan eksekusi kepada pengadilan negeri.

Namun perusahaan leasing tetap boleh melakukan eksekusi tanpa melalui pengadilan dengan syarat debitur mengakui adanya wanprestasi.

Ketua Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI) Suwandi Wiratno mengungkapkan langkah MK mengeluarkan putusan ini dilakukan harus dengan dasar bukti wanprestasi dan bukti cedera janji.

"Jadi memang harus ada pembuktian wanprestasi dan cidera janji," kata Suwandi saat dihubungi detikcom, Selasa (14/1/2020).

Dia mengungkapkan, dalam putusan MK memperjelas eksekusi penarikan aset harus sesuai dengan perjanjian di awal pengajuan kredit. Menurutnya, setiap perjanjian awal harus benar-benar dibaca oleh orang yang mengajukan kredit. Hal ini merupakan poin yang sangat penting untuk menjalankan perjanjian ke depannya.

Baca Juga : Bitcoin 'Bikin Sakit', Lebih Baik Pilih Emas

Dalam perjanjian ini biasanya juga dimuat aturan terkait eksekusi penarikan aset jika terjadi pembayaran yang macet. "Sebelum eksekusi, kita (perusahaan pembiayaan) memberikan surat peringatan 1, 2 sampai 3 ke nasabah itu yang penting," imbuh dia.

Dia menjelaskan, perusahaan tak mungkin melakukan penarikan aset jika memang tak ada kesalahan dan tidak sesuai perjanjian.

Lebih dari itu, Suwandi menilai, MK tak bisa memutuskan agar semua eksekusi harus dibawa ke pengadilan. Dia mengatakan ada kasus-kasus tertentu yang memang bisa dilakukan pihak leasing untuk melakukan penarikan tanpa harus lewat pengadilan.

"(Contoh) Ke nasabah yang nggak ada dan unitnya nggak ada, (itu) cedera janji terang terangan (kita pakai) Pasal 36 UU Fidusia. (Lalu) Kalau nasabah dari awal pakai KTP palsu, KK palsu, istrinya palsu, itu nggak usah bicara dari awal menipu Pasal 35 data palsu penjara 5 tahun," katanya.