Indeks Saham Tokyo Dibuka Lebih Rendah

DPR dan Ekonom Kritik Penghentian BLT Subsidi Upah

 DPR dan Ekonom Kritik Penghentian BLT Subsidi Upah

 

Kontak Perkasa Futures - Anggota Komisi IX DPR RI dari Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) Saleh Partaonan Daulay mengkritik penghentian bantuan subsidi upah (BSU) atau BLT bagi pekerja bergaji di bawah Rp5 juta di tahun ini.

Menurutnya, kebijakan tersebut masih dibutuhkan untuk menggenjot daya beli pekerja terutama yang penghasilan hariannya terdampak pandemi covid-19.

"Sangat disayangkan jika ini dihentikan. Apalagi kita lihat pemulihan ekonomi belum berlangsung seperti yang diharapkan," ucapnya kepada CNNIndonesia.com Selasa (2/2).

Saleh menilai seharusnya bantuan subsidi upah tersebut diperluas di tahun ini. Pasalnya, masih banyak pekerja yang luput dari sasaran program ini di tahun lalu, terutama untuk pekerja informal.

"Banyak pekerja di tahun lalu kan belum mendapatkan bantuan tersebut. Karena informal yang tidak terdaftar di BPJS Ketenagakerjaan juga kan banyak, harusnya mereka jadi sasaran di tahun ini," imbuhnya.

Kalau pun masalahnya adalah ketidakmampuan APBN, kata dia, seharusnya pemerintah tidak menghentikan bantuan melainkan memperkecil alokasi anggaran.

Di samping itu, sasaran penerima juga bisa diubah dari yang sebelumnya untuk pegawai bergaji di bawah Rp5 juta menjadi hanya pegawai bergaji upah minimum provinsi (UMP).

"Di daerah, kan banyak yang gajinya masih UMP. Kemudian UMP tersebut juga kecil tidak seperti Jakarta. Ini penting untuk bantu konsumsi mereka tumbuh," tegasnya.

Sementara itu, ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Rendy Yusuf Manilet menilai penghentian bantuan subsidi upah kontradiktif dengan upaya pemerintah mempercepat pemulihan ekonomi di tahun ini.

Pasalnya, menurut Rendy, BLT untuk pekerja di bawah Rp5 juta tersebut terbukti memberikan dampak positif bagi rumah tangga yang jadi penopang utama pertumbuhan ekonomi.

Baca Juga : Menengok prospek bisnis investasi di tahun politik

"Sebenarnya ini kan instrumen yang ditawarkan pemerintah. Tahun lalu cukup berhasil, setidaknya kuartal kedua dan ketiga. Kalau kita lihat sekarang dihentikan, tentu harapan bisa pulih menjadi lebih sedikit dari tahun lalu karena bantuan yang serapannya bagus justru dihilangkan," tuturnya.

Pencabutan bantuan subsidi upah, lanjut Rendy, harusnya bisa jadi andalan pemerintah untuk mengakselerasi konsumsi yang saat ini masih belum pulih.

Terlebih, pandemi covid-19 yang jadi penyebab mandeknya aktivitas ekonomi belum bisa dibereskan oleh pemerintah hingga saat ini.

"Agak mengejutkan juga pemerintah memutuskan untuk tidak melanjutkan bantuan ini. Padahal kan kita tahu ada PPKM (Penerapan Pembatasan Kegiatan Masyarakat) dan kasus aktif meningkat. PPKM sendiri seperti kata Presiden belum efektif," pungkasnya.