Indeks Saham Tokyo Dibuka Lebih Rendah

Ekonom Nilai SWF Bisa Gerus Pendapatan Negara

Ekonom Nilai SWF Bisa Gerus Pendapatan Negara

Kontak Perkasa Futures - Sejumlah ekonom menilai pembentukan Lembaga Pengelola Investasi (LPI) atau Sovereign Wealth Fund (SWF) berpotensi menekan keuangan negara. Chief Economist Trimegah Securities Fakhrul Fulvian menyebut penerimaan pajak bisa berkurang jika pemerintah kembali menebar insentif untuk menggaet investor.

Pasalnya, sebelum LPI terbentuk, pemerintah sudah memberikan berbagai macam keringanan pajak untuk foreign direct investment (FDI) mulai dari tax holiday hingga tax allowance.

"Kalau terjadi seperti itu, bukannya attract dana untuk mengganti kebutuhan pendanaan untuk infrastruktur, risikonya prospek pendapatan kita malah turun," ucapnya dalam diskusi yang digelar Institut for Development of Economics and Finance (Indef), Rabu (3/2).

Menurut Fakhrul, pemerintah harus bisa memastikan masuknya dana asing melalui LPI menguntungkan baik dari sisi keuangan negara maupun perekonomian nasional.

Karena itu, pemerintah harus membuat skema perpajakan yang tepat bagi investor yang menempatkan dananya di LPI sekaligus bermitra dalam pembangunan proyek infrastruktur.

"Seperti kita ketahui, insentif pajak kita kepada korporasi saja itu lumayan banyak dan ada FDI. Kalau tidak salah kalau FDI di atas Rp1 triliun tax holiday lumayan panjang," tuturnya.

Dalam kesempatan yang sama, ekonom senior Indef Aviliani menyarankan agar ke depannya LPI bertransformasi menjadi perusahaan atau korporasi seperti Khazanah di Malaysia atau Temasek di Singapura.

Dengan begitu, menurutnya, pengelolaan dana investasi yang masuk akan menjadi lebih optimal. Pemerintah juga tak perlu terus melakukan top up untuk membiayai program pembangunan melalui LPI. Terlebih proyek yang digarap menggunakan dana LPI bersifat jangka panjang.

"Kalau jangka panjang berarti kan pemerintah harus top up terus dong, karena proyek jalan terus, kan. Karena itu saya setuju lembaga ini harusnya dibiarkan seperti Khazanah atau Temasek, jadi organik. Pemerintah terserah mau memberikan beberapa triliun sebagai modal tapi kemudian mereka berjalan sendiri," jelasnya.

Meski demikian, pemerintah juga perlu hati-hati ketika LPI bertransformasi menjadi korporasi atau badan usaha milik negara (BUMN). Pasalnya, bagaimana pun investor menanamkan uang karena mendapatkan jaminan dari pemerintah.

Sehingga, jika korporasi tersebut dikelola dengan buruk dan merugi, pemerintah mau tak mau harus menggelontorkan modal tambahan. "Karena seringkali kalau berkaitan dengan BUMN banyak sekali titipan, mark up lah, dan sebagainya ini harus dipikirkan," imbuhnya.

Baca Juga : Menengok prospek bisnis investasi di tahun politik

Sementara itu, Wakil Direktur Indef Eko Listiyanto tak mempersoalkan bentuk SWF sebagai lembaga atau korporasi. Sebab, meski berbentuk lembaga, dalam menjalankan proyek pembangunan LPI dapat mengalihkelolakan asetnya kepada perusahaan patungan.

Ia hanya menekankan agar pemerintah selalu siap terhadap kegagalan investasi atau kerugian di perusahaan patungan yang mengelola aset LPI tersebut.

"Kalau terjadi risiko nanti dia perlu gelontoran dana dari APBN. Dalam pelaksanaannya Temasek atau Khasanah saya yakin juga tidak semuanya untung. Tapi overall ketika mereka tumbuh dengan natural growth akhirnya akan bagus. Artinya mereka untung secara total dan bisa membantu keuangan negara," tuturnya.