- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Kontak Perkasa Futures -
Pemerintah masih menunggu hasil analisis perintah
eksekutif yang dikeluarkan Presiden Donald Trump, yang meminta
investigasi setelah menyebut negara-negara penyumbang defisit neraca
perdagangan Amerika Serikat (AS) bertindak curang.
"Executive order itu butir pertama bunyinya menganalisis dan mempelajari sebab-sebab defisit. Kita belum tahu bagaimana analisis mereka," kata Menko Perekonomian Darmin Nasution seperti dilansir dari Antara, Kamis (6/4).
Darmin mengatakan saat ini belum ada langkah yang diambil pemerintah. Namun pendekatan melalui komunikasi secara intens dengan pihak AS terus diupayakan serta menyiapkan berbagai antisipasi apabila diperlukan.
"Kami tentu mempelajari apa saja yang bisa dipakai oleh mereka untuk, katakanlah, mempermasalahkan Indonesia. Tentu kita juga siapkan," katanya.
Darmin mengatakan, Indonesia mengalami surplus neraca perdagangan dengan AS sebesar US$13,16 miliar pada 2016, tetapi belum tentu AS terkena kerugian, karena bisa saja memiliki surplus di neraca jasa dan lainnya.
"Hubungan kita dengan AS tidak hanya perdagangan barang, ada perdagangan jasa, investasi, pengiriman profit, dan sebagainya. Kalau digabung semuanya, ceritanya belum tentu seperti perdagangan barang," ungkapnya.
Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan Oke Nurwan mengatakan langkah antisipasi dalam bidang perdagangan yang disiapkan pemerintah masih menunggu hasil investigasi dari perintah eksekutif tersebut.
"Kami belum tahu investigasinya, belum tahu komoditasnya apa. Itulah, karena yang dilihat dari sisi barangnya saja. Padahal mungkin kalau jasa, kita defisit," kata Oke.
Sebelumnya, Presiden AS Donald Trump menerbitkan perintah eksekutif untuk melakukan investigasi terhadap negara-negara yang menyumbang terjadinya defisit neraca perdagangan AS.
Perintah eksekutif ini bertujuan melindungi perekonomian AS dari politik dumping yang dilakukan negara mitra dagang dan manipulasi kurs yang membuat harga barang impor lebih murah.
"Executive order itu butir pertama bunyinya menganalisis dan mempelajari sebab-sebab defisit. Kita belum tahu bagaimana analisis mereka," kata Menko Perekonomian Darmin Nasution seperti dilansir dari Antara, Kamis (6/4).
Darmin mengatakan saat ini belum ada langkah yang diambil pemerintah. Namun pendekatan melalui komunikasi secara intens dengan pihak AS terus diupayakan serta menyiapkan berbagai antisipasi apabila diperlukan.
"Kami tentu mempelajari apa saja yang bisa dipakai oleh mereka untuk, katakanlah, mempermasalahkan Indonesia. Tentu kita juga siapkan," katanya.
Darmin mengatakan, Indonesia mengalami surplus neraca perdagangan dengan AS sebesar US$13,16 miliar pada 2016, tetapi belum tentu AS terkena kerugian, karena bisa saja memiliki surplus di neraca jasa dan lainnya.
"Hubungan kita dengan AS tidak hanya perdagangan barang, ada perdagangan jasa, investasi, pengiriman profit, dan sebagainya. Kalau digabung semuanya, ceritanya belum tentu seperti perdagangan barang," ungkapnya.
Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan Oke Nurwan mengatakan langkah antisipasi dalam bidang perdagangan yang disiapkan pemerintah masih menunggu hasil investigasi dari perintah eksekutif tersebut.
"Kami belum tahu investigasinya, belum tahu komoditasnya apa. Itulah, karena yang dilihat dari sisi barangnya saja. Padahal mungkin kalau jasa, kita defisit," kata Oke.
Sebelumnya, Presiden AS Donald Trump menerbitkan perintah eksekutif untuk melakukan investigasi terhadap negara-negara yang menyumbang terjadinya defisit neraca perdagangan AS.
Perintah eksekutif ini bertujuan melindungi perekonomian AS dari politik dumping yang dilakukan negara mitra dagang dan manipulasi kurs yang membuat harga barang impor lebih murah.
Indonesia termasuk salah satu negara yang disebut-sebut merugikan
kepentingan AS dalam perintah eksekutif tersebut karena menempati
peringkat negara ke-15 yang memiliki defisit perdagangan dengan AS.
Posisi pertama ditempati oleh China dengan US$347 miliar, disusul Jepang, Jerman, Meksiko, Irlandia, Vietnam, Italia, Korea Selatan, Malaysia, India, Thailand, Prancis, Switzerland, dan Taiwan. CNNIndondesia.com
Posisi pertama ditempati oleh China dengan US$347 miliar, disusul Jepang, Jerman, Meksiko, Irlandia, Vietnam, Italia, Korea Selatan, Malaysia, India, Thailand, Prancis, Switzerland, dan Taiwan. CNNIndondesia.com
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya