Indeks Saham Tokyo Dibuka Lebih Rendah

Kontak Perkasa | Melawan Budaya Lawan Arah dalam Berlalu Lintas...

Melawan Budaya Lawan Arah dalam Berlalu Lintas....

Kontak Perkasa - Lawan arah ketika berkendara seolah menjadi kebiasaan bagi warga Jakarta.

Meski negatif dan melanggar aturan lalu lintas, perilaku tersebut mudah ditemui di beberapa ruas jalan Ibu Kota.

Beberapa waktu lalu, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan meminta jajaran Dinas Perhubungan DKI, polisi, dan TNI menertibkan kendaraan-kendaraan yang melawan arah di Jakarta.

Menurut dia, di beberapa lokasi, melawan arah seolah sudah menjadi kebiasaan. "Ada tempat-tempat di mana melawan arah sudah menjadi keseharian sehingga dipasang rambu-rambu, dipasang lampu, tetapi karena dianggap sudah kebiasaan, tetap saja itu dilanggar," kata Anies beberapa waktu lalu.

Baca juga : Bitcoin 'Bikin Sakit', Lebih Baik Pilih Emas

Kondisi ini mendapat tanggapan dari penggiat safety driving dan riding yang juga pendiri Jakarta Defensive Driving Consultant (JDDC) Jusri Pulubuhu.

Jusri menyampaikan bahwa prilaku melawan arah dari pengguna kendaraan bukan sekadar menjadi kebiasaan, melainkan sudah terbentuk sebagai sebuah budaya.

"Kondisinya seperti sudah menjadi kultur budaya tersendiri, karena ini dilakukan setiap saat, setiap hari, bahkan sampai bergenerasi. Sebabnya bisa jadi karena adanya pembiaran," ucap Jusri saat dihubungi Kompas.com, Minggu (21/1/2018).

Jusri mengatakan, untuk menangani masalah ini memang tidak mudah. Selain diperlukan sinergi dari dinas terkait yang ada di bawah gubernur, baiknya dilakukan juga upaya kolaborasi dengan instansi lain untuk membentuk suatu sosialisasi yang berkelanjutan mengenai prilaku negatif saat melawan arah.

Sosialisasi yang dimaksud jangan hanya seputar pelanggaran lalu lintas serta sanksi, tetapi perlu adanya penjabaran mengenai dampak bahaya dari melawan arah, seperti kecelakaan fatal sampai kemiskinan.

Menurut Jusri, bila dijabarkan, sebenarnya korban kecelakaan lalu lintas di Indonesia cukup banyak.

Bahkan, kata dia, dampak buruk dari kecelakaan bukan hanya kematian, melainkan juga menyerang sisi perekonomian korban yang bisa menimbulkan kemiskinan.

Baca juga : Investasi Emas Tetap Menggiurkan Sampai Kuartal Pertama 2018

"Saya sudah sering katakan bahwa harusnya Indonesia bukan hanya darurat soal narkoba, tapi juga kecelakaan lalu lintas karena angka korban tiap tahun sangat memprihatinkan. Sayangnya, berita soal kecelakaan lalu lintas di jalan raya kurang diekspos," kata Jusri.

Ciptakan budaya malu

Tidak mudah memang mengubah suatu kebiasaan yang sudah menjadi budaya. Menurut Jusri, dalam hal ini gubernur harus serius dalam menertibkan budaya melawan arah tersebut.

Ia menyampaikan, ada dua tindakan yang setidaknya bisa dilakukan, yakni menciptakan budaya baru, atau langsung pada tindakan tegas agar dampaknya langsung terasa.

Budaya baru yang dimaksud Jusri yakni budaya malu. Penciptaan budaya malu dapat dilakukan dengan memberikan sosialisasi serta mengajak masyarakat berperan serta untuk memotret langsung tindakan berlalu lintas yang salah di lingkungan sekitar untuk dipublikasikan pada media sosial.

"Tujuannya apa, agar pelaku ini sadar bahwa dalam lingkunganya ada yang terganggu dengan sikap salahnya sehingga lama-lama akan terbentuk kultur baru yakni budaya malu. Namun, hal ini memang butuh proses yang tidak sebentar, dan yang penting lagi butuh peran serta semua elemen mayarakat," ucap Jusri.

Para pelaku pelanggar, lanjut Jusri, harus sadar bahwa tindakan mereka itu bukan hanya merugikan dirinya, tetapi pengguna jalan lainnya.

Ia mencontohkan pengendara yang melintas di trotoar. Menurut dia, tindakan itu tak ada bedanya dengan pencuri karena secara tidak langsung mereka mencuri hak pejalan kaki.

"Dulu saya pernah bilang, saat seseorang berkendara di jalan raya ada dua risiko yang tidak pernah disadari, yakni menjadi pelaku dalam hal ini pelanggar lalu lintas atau yang membuat pengguna jalan lain kecelakaan, atau justru jadi korban dari kesalahannya sendiri atau akibat kesalahan pengguna jalan lain," ucap Jusri.

Baca juga : Bisnis Investasi Masih Menarik Tahun 2018

Tak tebang pilih

Sementara itu, bila ingin mengubah budaya dengan lebih cepat, salah satunya bisa dilakukan melalui tindakan tegas aparat penegak hukum. Namun, menurut Jusri, cara ini baru akan efektif bila dilakukan secara terus-menerus.

"Tempatkan petugas terkait di lokasi-lokasi yang sering terjadi pelanggaran lalu lintas, lakukan pengawasan khusus jadi jangan hanya pagi dan sore dijaga tapi siang dan malam tidak," kata dia.

Selain itu, para aparat, baik dari Dinas Perhubungan atau polisi, dimintanya untuk tidak tebang pilih.

Mereka diminta tidak pilih kasih ketika ada pejabat negara atau pejabat satu instansi yang melanggar aturan lalu lintas.

"Banyak pejabat negara yang menjadikan jabatanya sebagai tameng sehingga mereka bisa berbuat seenaknya, contoh masuk jalur busway, atau mengambil bahu jalan ketika di tol. Nah ini, bisa tidak para aparat kita tegas, bukan hanya ke rakyat sipil saja," ucapnya.