Indeks Saham Tokyo Dibuka Lebih Rendah

Rupiah Loyo ke Rp14.415 Akibat Tertekan Indeks Dolar

 Rupiah Loyo ke Rp14.415 Akibat Tertekan Indeks Dolar

Kontak Perkasa Futures - Nilai tukar rupiah berada di level Rpp14.415 per dolar AS pada Selasa (9/3) pagi. Posisi tersebut melemah 0,35 persen dibandingkan perdagangan Senin (8/3) sore di level Rp14.360 per dolar AS.

Pagi ini, mayoritas mata uang di kawasan Asia kompak melemah terhadap dolar AS. Yen Jepang melemah 0,21 persen, dolar Singapura melemah 0,10 persen, dolar Taiwan melemah 0,86 persen, dan won Korea Selatan melemah 0,93 persen.

Selanjutnya, peso Filipina melemah 0,01 persen, rupee India melemah 0,31 persen, yuan China melemah 0,25 persen, ringgit Malaysia melemah 0,50 persen, dan bath Thailand terpantau melemah 0,40 persen.

Sementara itu, mata uang di negara maju bergerak bervariasi terhadap dolar AS. Poundsterling Inggris menguat 0,12 persen dan dolar Australia menguat 0,29 persen. Sebaliknya dolar Kanada melemah 0,12 persen dan franc Swiss melemah 0,13 persen.

Direktur PT Solid Gold Berjangka Dikki Soetopo mengatakan perundingan stimulus fiskal di AS yang biasanya menekan dolar AS kini justru memberikan tenaga untuk menguat.

Seperti diketahui, Senat AS pada akhir pekan lalu meloloskan stimulus fiskal jumbo senilai US$1,9 triliun yang diusulkan oleh pemerintah di bawah komando Presiden Joseph 'Joe' Biden.

Dengan cairnya stimulus tersebut seharusnya jumlah uang yang beredar di perekonomian AS akan bertambah, dan secara teori dolar AS akan melemah.

"Tetapi nyatanya, dolar AS malah tambah kuat. Indeks dolar AS juga melesat sejak pekan lalu, dan sore kemarin berada di 92,136, level tertinggi sejak November 2020 lalu. Sebabnya, dengan cairnya stimulus tersebut maka laju pemulihan ekonomi AS akan terakselerasi, dan inflasi berisiko melesat," ucapnya kepada CNNIndonesia.com.

Kenaikan yield Treasury yang dipicu prospek pemulihan ekonomi AS serta kenaikan inflasi juga membuat pasar keuangan global kembali dihantui oleh tapering (pengurangan program pembelian aset atau quantitative easing) bank sentral AS atau The Fed yang dapat memicu taper tantrum.

"Taper tantrum pernah terjadi pada periode 2013-2015 dan ketika itu indeks dolar AS melesat tajam. Alhasil, rupiah dan mata uang utama Asia lainnya jadi rontok," imbuh Dikki.

Baca Juga : Bitcoin 'Bikin Sakit', Lebih Baik Pilih Emas

Sepanjang hari ini, ia memprediksi rupiah masih tertekan dalam jangka pendek seiring penguatan indeks dolar As dan juga kenaikan yield obligasi pemerintah AS.

Namun, dalam jangka panjang indeks dolar AS akan melemah dengan cairnya stimulus tersebut menyebabkan jumlah uang yang beredar di perekonomian AS akan bertambah, dan secara teori dolar AS akan melemah. "Hari ini rupiah bergerak di kisaran Rp14.200-14.350 per dolar AS," tandasnya.